Sabtu, 02 Agustus 2014

                Sore yang teduh. Gerimis dan bau tanah yang basah. Senja yang sempurna. Tepat pukul 03.15 khanza berjalan melewati jalan setapak yang biasa  ia lalui sepulang rutinitas di kampus. Tak lama lagi khanza akan sampai pada di sebuah jalan raya menuju masjid tempat nya mengaji. Sore kali ini memang berbeda, sebab gerimis datang bersama teduh matahari yang beranjak pergi meninggalkan bumi.
            Angkot putih itu berhenti di depan gang. Khanza yang sedang menunggu angkot yang akan membawa nya ke jalan TMP taruna tempat nya mengaji. Hanya khanza dan seorang ibu paruh baya  saja yang naik angkot itu. Jam sibuk begini sudah pasti jalan macet. Pak sopir tak henti-hentinya ber ah-ih-uh. Apalagi kemacetan masih panjang sekali. Angkot berhenti di perempatan lampu merah.
            “mau kemana, neng???” sapa ibu paruh baya itu ramah.
            “masjid agung al-azom,TMP taruna bu, ibu sendiri mau kemana?,”
            “kesekolah sdn neglasari,neng” jawab ibu itu, masih dengan senyuman nya.
            “ibu mengajar sekolah?” tanya khanza dengan nada penasaran,
            “iya neng, sudah 34 tahun ibu mengajar disana, semenjak muda seperti eneng, sampai sudah tua seperti sekarang ini hehehe,” ucap ibu paruh baya itu.
            “sebenarnya, ibu ini sudah di suruh pensiun oleh bapak kepala sekolah, lantaran sudah tua dan sering tidak masuk kelas lantaran sakit-sakitan, tapi ibu memaksa untuk tetap ingin mengajar, karena dirumah pun ibu mengaggur, anak-anak ibu sudah berkeluarga semua,alhamdulillah, akhirnya kepala sekolah mengizinkan.”tutur ibu itu, melanjutkan cerita nya.
            “terlihat sudah berumur, tapi wajah nya menunjukn keoptimisan dan semangat hidup, subhanallah” pikir khanza.
            Kemacetan masih menjadi rutinitas di kota industri seperti tangerang ini. Terutama di jam pulang kantor seperti sekarang ini. Untunglah sopirnya pintar menyali-nyalib. Dia melewati lajur untuk arah mobil sebalik nya yang kebetulan tak macet. Ketika sebuah truk dari depan menghadang, si sopir buru-buru menyalib barisan mobil dari jalur yang benar. Lalu banting stir ke trotoar dan belok kanan. Uh! Benar-benar sopir angkot dambaan umat! Khanza takjub juga melihat barisan mobil yan berhasil dilewati si sopir senang rasa nya bebas dari macet, asalkan cepat tapi selamat.
            Sampai di depan sekolah SDN neglasari, khanza melihat ibu paruh baya itu turun dari angkot. Dengan senyum yang masih mengembang, dan wajah optimis yang penuh semangat, ibu itu kembali menyapaku untuk kedua kalinya.
            “ibu duluan ya, neng”
            “hati-hati ya, bu” ucap khanza, memperhatikan ibu paruh baya itu hingga memasuki gerbang sekolah.
            Tak henti-henti nya khanza berdecak kagum, dalam hati khanza terbesit sebuah do’a, “jika aku tua nanti. Semoga aku bisa seperti mereka yang terus menginspirasi tak mengenal usia meski rambut telah memutih”.
            Angkot bewarna putih ini, telah selesai menjalankan tugasnya mengantarkan khanza dan penumpang lain nya di halte TMP taruna, karena disinilah tempat pemberhentian beberapa angkot.
Beberapa teman khanza yang sudah datang duluan sibuk berdiskusi, ada pula yang sibuk mencatat agenda satu bulan kedepan.
            “assalamu’alaikum...” sapa khanza kepada teman-teman nya yang lebih dulu datang.
            “wa’alaikumsalam,” jawab sepuluh anak yang sudah nongol duluan.
            “macet bu,???” tanya mimi melihat khanza masih ngos-ngosan langsung duduk bersama yang lain nya.
            “yah mimi, kamu kayak ga tau aja tangerang sekarang seperti apa, biar cuaca nya sejuk bin adem kayak gini, ya tetep aja macet bikin aku ngos-ngosan, plus nafas nya senen kemis”. Jawab khanza, masih dengan mengelap peluh bercampur keringat dengan sapu tangan nya.
            “hehe, bener banget za, polusi dimana-mana, bikin lepek baju sama jilbab” ina menimpali.
            “yasudah, acara pengajian nya udah mau dimulai tuh, capek nya di simpen dulu” ucap mba iis, sebagai ketua pengajian itu.
           
Seperti biasa setelah pengajian ini selesai forum tausiah biasanya mejadi ajang curhat khanza CS.
            “tema yang disampaikan ustadzah lulu, mengingatkan aku kepada ibu naik angkot bareng, waktu aku mau ke sini” ujar khanza memulai cerita nya
            Kebetulan tema yang sedang di bahas dalam pengajian itu tentang bakti seorang Guru.
            “kamu ingat ga, dengan bu siti guru sma kita za?” tanya mimi, menimpali cerita khanza, karena mimi dan khanza satu    SMA.
            “ohh, bu siti yang rumah nya dekat rel kereta itu?”
            “he’em,, ibu yang kamu ceritakan hampir sama dengan bu siti, beliau kan sudah tua namun, masih mengajar hingga sekarang.”
Khanza membuka laptop nya dan menunjukan foto bu siti dan 2 murid nya yang tidak lain adalah khanza dan mimi. Mimi tersenyum memandang foto-foto tersebut. Wajah keriput yang bercahaya, bahagia, dan optimis. Bu siti mengacungkan jempol , terlihat begitu bahagia. Ya, bahagia karena selalu dekat dengan anak-anak asuh nya.
Segera saja mereka terkenang pada masa SMA yang telah lewat, dan menceritakan kepada teman-temn nya yang lain, begitu hebat nya bu siti ini.

            Minggu pagi dengan kereta api Khanza menuju rumah Bu Siti. Ia di temani Mimi dengan berbekal denah serta alamat bu siti. Masya Allah ternyata perjuangan bu siti untuk mengajar di sekolah lumayan berat. Rumah nya jauh nun di pinggir kota. Untuk menuju kesana harus berganti angkot beberapa kali. Tapi kalau mau cepat bisa naik kereta api... bukan kereta api penumpang biasa ... tapi kereta api pengangkut batu bara dan barang, hingga mereka harus rela duduk dekat arang hitam atau berjejalan dengan ayam, sayur-sayuran bahkan...... kambing.
            Kasihan Bu Siti, perempuan usia sekitar tujuh puluh tahun itu seharus nya sudah beristirahat dari tugas. Pantas saja beliau jadi guaalak, bila anak-anak tak mngerti apa yang ia ajarkan.
            Bu Siti, memang bukan sekedar guru yang mengajariku dikelas, namun beliau telah mengajariku untuk mengisi hidup ini agar terus berbuat yang baik. Terus bergerak karen itu adalah tanda kehidupan. Di dunia ini ada begitu banyak yang hidup, tetapi sesungguh nya mati. Ia hidup,namun tak memberi arti. Allah menciptakan kehidupan untuk kita agar kita bermanfaat untuk orang lain, dan menjadi manusia yang bernilai dan bermakna untuk kehidupan ini.
            Mereka telah sampai di sebuah rumah yang mungil terbuat dari anyaman bambu sekeliing nya, dengan pot melati yang berada di depan teras rumah bu siti menambah sejuk da asri rumah sederhana itu. Mimi yang sjak awal perjalanan sudah enggan ikut, kini mulai ketakutan lagi.
            “aduuh, za gimana nih, kalau bu siti ngomel-ngomel, aku pulang saja yah, kamu masuk sendiri....,”  ujar Mimi memelas.
            “yah,, kamu tega banget sih, masa aku harus sendiri masuk kerumah bu siti, yakin deh, sebener nya bu siti itu baik ko walaupun sedikit killer... ups!!!” bujuk khanza.
            Akhir nya dengan ragu mimi ikut kedalam.
            “assalamu’alaikum...” khanza meminta izin masuk.
            “cari siapa kak?” tanya beberapa anak balita keluar dengan riuh nya.
            “cucu nya banyak bingiitz...” bisik mimi.
            “apa ini rumah nya bu siti dik, ?” tanya khanza.
            “betul ini rumah nya, bu siti !” jawab anak-anak itu dengan ribut.
            “bagaimana perjalanan nya ???” tanya bu siti lantang, keluar dari rumah itu, tangan nya masih berlumuran busa deterjen, rupanya beliau sedang mencuci pakaian.
Bu siti mempersilahkan masuk khanza dan mimi. Khanza dan mimi memasuki ruagan mungil yang rapih, bangku-bangku nya terbuat dari anyaman bambu. Ada beberapa kerajinan dari anyaman bambu yang di pajang di lemar kaca berukuran 1x1 meter. Rapi, dan tidak ada nuansa keangkuhan disana.
            “gimana, jauh ya rumah ibu....?” bu yanti bertanya ramah sambil mengelap tangan nya yang penuh busa deterjen, dan menuangkan minum dari kendi yang sejak tadi berada di atas meja. Cucu nya ikut-ikut duduk menonton tamu.
            “wahh,, lumayan jauh nya bu, sedikit nyasar tapi, mudah di temukan bu” sahut khanza.
            “ ehh, ini anak-anak asuh ibu, ayo kenalan dulu dengan kak khanza dan kak mimi.”
Bu siti bercerita bahwa mereka adalah anak-anak jalanan yang sudah tidak mempunyai orang tua. Khanza da mimi diajak berkeliling dan menuju sumur timba, dengan seonggok cucian yang belum di selesaikan oleh bu siti.
            “khanza, mimi, kita ngobrol disini dulu gapapa kan, ibu harus menyelesaikan cucian ibu dulu”
            “mari saya bantu bu...” khanza menawarkan diri.
            “ndak...ndak usah... nanti baju kalian basah... biar ibu sendiri nanti juga dibantu anak-anak”
            Tapi, tetap saja khanza dan mimi membantu membilas cucian yang dicuci bu siti, dan beberapa anak perempuan bu siti yang sudah besar membantu mencuci nya
“ko banyak banget bu cucian nya..?” tanya mimi.
            “ya, nama nya juga cucian sepuluh orang, ditambah cucian tetangga yang kami cucikan disini” jawab bu siti.
            Khanza dan mimi kaget mendengar jawaban bu sit, bagaimana bisa ko guru mereka yang terkenal killer bin syueeerreem menjadi kuli cuci pakaian ????
            Selama ini kami tidak pernah berfikir bagaimana kehidupan guru-guru nya di rumah, cukup murid nya sudah terbang di dunia lain, menjadi sarjana, menjadi pengusaha, pegawai negri bahkan konglmerat, tapi seorng guru tetap di sekolah, berdiri di depan kelas sepanjang tahun. Tak ada perubahan yang cepat . yang terlihat makin hari mereka makin rapuh dan menua. Dan kondisi yang ekonomi yang tidak memadai.
            Bu siti ternyata tidak memilik anak, karena suami nya mandul dan sudah lama meninggal. Tapi kemudian ia memberi tumpangan kepada beberapa anak jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal serta di terlantarkan oleh orang tua nya lantaran cacat fisik dan himpitan ekonomi.
                Seorang balita usia sd menghampiri bu siti, di tangan nya terdapat sepiring singkong rebus, yang dia letakkan di samping mimi.
            “bu, itu anak asuh ibu juga?” tanya mimi dengan nada penasaran.
            “iya, itu salah satu anak asuh ibu, sejak bayi dia sudah ibu rawat. Dia ibu temukan di dekat stasiun kereta,kalian lihat kan, mata mail kecil sebelah? Itu karena sebelah matanya di kerumni semut ketika ibu temukan mail...”
            Bu siti terus menceritakan latar belakang anak yg ku tau nama nya itu mail. Dimana ia di temukan, dan penyakit apa yg ia derita. Kalimat-kalimat dari mulut nya semakin membuat dada khanza bercampur aduk.
            “ Allah...” jerit khanza dan mimi bersamaan.
            Kembali mata mimi terlihat menggenang. Mata bu siti dan khanza pun demikian, segera mereka menyeka air matanya. Pikiran khanza masih tidak bisa menerima, bagaimana bisa seorang i membuang anak nya di stasiun kereta api? Kalaupun tak ingin merawatnya kenapa tidak di berikan kepada seseorang yang tidak memiliki anak atau keturunan, atau rumah sakit, panti asuhan misl nya? Untunglah, masih ada orang yang peduli seperti bu siti ini. Bagaimana mungkin ada seorang ibu yang meninggalkan anak setampan itu? Kemanakah hati seorang ibu?, kemanakah kasih sayang seorang ibu?, hati khanza bergemuruh.
            Hup!!!
            Khanza terlonjak kaget. Tiba-tiba bahuku di rangkul oleh seseorang.
            Bu siti menoleh, berusaha melepaskan tangan yang melilit khanza, “ibu ngga pernah tau dia sakit apa sa, dia ga pernah berbicara. Tapi suka tiba-tiba memeluk dan menciumi orang. Suka gigit-gigit apa saja. Maka nya jarang ibu keluarkan, dia selalu di kamar, tapi ga tau siapa yang membuka kamar nya”
            Khanza menoleh kebelakang. Tidak berusaha melepaskan rangkulan ya, khansa malah menaikan kedua kaki anak itu ke tubuh nya. Khansa menggendong nya dari belakang. Sambil tersenyum khansa berkata, “adik suka di gendong yaa?” Diam, tak ada respons dari wajah nya. Terlihat dari wajahnya ia mempunyai jawaban.
            Di tempat ini khanza dan mimi bertemu dengan mereka yang terbuang sejak lahir. Tak tau siapa ayah ibu nya,tak tahu rasanya hidup dalam keluarga dan berada diantara kasih sayang orang tua.mungkin, banyak alasan, mengapa orang tua mereka MEMBUANG Mereka tanpa berfikir bahwa mereka telah membawa anak-anak ini ke duniadn tidak bisa begitu saja melepaskan, menelantarkan mereka. Entah apa yang ada di fikiran mereka ketika MENEMPATKAN anak yang baru lahir di tong sampah, pinggir sungai, bahkan di stasiun kereta.
            Selesai menjemur , akhir nya bu siti mengajak mereka kesebuah ruangan penuh buku. Ada lemari dinding yang sederhana sampai ke flapon rumah. Buku- buku tertata rapih. Kebanyakan buku-buku tentang alam dan fisika. Bu siti memiliki tangga dan menaiki nya untuk mengmbil buku yng letak nya agak jauh. Kedua nya sibuk berdiskusi. Sedang mimi asyik membca buku-buku fiksi bu siti.
            Siang hari mereka makan siang dengan nasi dan lalap-lalapan, untung masih ada sambel jadi, tetap terasa nikmat.
            Bu siti menuturkan kesedihan nya jika menjelang akhir bulan melihat anak asuh nya yang terpaksa makan seada nya, untung mereka tidak pernah mengeluh.
            Sampai sore hari , khanza dan mimi pamit pulang.
            “kaihan ya, bu siti ternyata dengan anak-anak ia sangat sayang yah za,,” lirih mimi bergumam. Khanza mengangguk pelan.
            ------------------------------------------------------------------------------------------------
            Siang itu dengan diantar bu siti, khanza pergi ke gedung pendidikan utuk mengambil hadiah atas olimpiade sains yang dimenangkan nya. Bu siti terlihat bahagia. Ia bersemangat sekali ketika mengantar khanza. Mereka menaiki sedan hijau yang sudah disediakan sekolah menuju gedung perteuan.
            Mereka hadir tepat ketika pengumuman pemenang di umumkan.
            “untuk kategori pelajar SMA... juara kesatu dimenangkan oleh khanza nur aisyah, siswa dari SMA al-hasyiiyyah..”
            Belum lagi juri mengakhiri kata-katanya, mimi dan kedua teman nya lia  dan ipah sudah bersorak gembira. Khanza berjalan menuju panggug untuk menerima piala dan uang bernilai satu juta rupiah. Khanza memberikan kata sambutan seperti para pemenang lainnya.
            “hadiah ini untuk bu siti...” kata khanza mengacungkan piala. Beliaulah yang pantas menerimanya. Seorang guru yang disiplin amun penuh dedikasi. Juga untuk para guru-guru lain... pahlawan yang Cuma d degungkan lewat pujian dan lagu.... yang kadang kurang mendapatkan tempat dihati para murid-muridnya, walaupun seharusya mereka dihormati...”
“manusia yang paling baik adalah yang bisa memberi manfaat kepada orang lain” (HR. Ath-thabrani)
            Apakah disebut kebaikan jika harta yang kita miliki tak pernah kita sedekahkan untuk kebahagiaan fakir miskin, untuk mndidik anak-anak yatim??? Bahagiakah kita jika ilmu yang kita miliki setinggi langit dengan gelar sepanjang sungai, tak pernah kita bagi kepada orang lain? Dan seorang guru sederhana bu Siti mengajarkan kepadaku tentang bagaimana menghidupkan jiwa kita dalam diri orang lain, menjadi setiap detik yang kita miliki begitu bernilai bagi sesama.
            Memberi, memberi, dan terus memberi. Perlahan akupun menyadari bahwa memberi, kita menemukan kebahagiaan sejati. Contoh nya adalah seorang Guru. Ketika seorang guru mengajarkan satuhal pada murid nya, satu kebaikan yang akan ia dapat. Lalu sang murid akan pintar dan mengajarkan apa yag sudah ia tahu dari gurunya tersebut kepada teman nya, kepada anaknya, bagi murid tersebut pahala dua kebaikan, tetapi guru menerima pahala tiga kebaikan. Subhanallah!!!!
            Berada di dekat beliau, aku selalu mendapatkan energi untuk terus melejitkan potensi, membuahkan pretasi dan letih untuk berbagi. Begitu pula yang dirasakan oleh temanku yang lain nya. Beliau membagi ilmunya tak hanya sekedar memberi ilmu, tetapi juga mengajarkan arti hidup yang sesungguhnya. Betapa indah pribadi yang penuh manfaat, memancarkan cahaya disekelilingnya dan selalu bersemangat untuk menebar benih-benih kebaikan dunia yang akan menjadi buah-buah syurga.
            Kini, salah satu tugas ku, tugas kalian dan tugas semua manusia adalah mempersiapkan diri dengan bekal ilmu pengetahuan agar bisa mwujudkn cita-cita, agar bisa berkontribusi melalui pikiran dan karya yang nyata, dan agar bisa bermanfaat bagi manusia lain nya. insyaAllah !!!

Oleh : Team Cerita01
   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar